Cara Mengatasi Penyakit Radang Pusar Pada Ayam

Ayam pedaging ~ Penyakit ini disebut juga omphalitis. Biasanya menyerang anak ayam yang baru lahir di bawah usia dua minggu. Infeksi pertama terjadi ketika ada cadangan makanan di perut ayam berupa kuning telur. Ayam yang terinfeksi penyakit ini menunjukkan gejala klinis hanya beberapa jam sebelum mati.


Burung yang terkadang tampak lemah dengan kepala tertunduk dan berkerumun di sekitar lampu pemanas adalah gejala umum. Namun jika diperhatikan dengan seksama, perut ayam terlihat memanjang, dan pusarnya bengkak, merah dan basah.

Penumpukan cairan di pusar berarti sisa cadangan makanan di dalam tubuh tidak terserap sepenuhnya.

Kuning telur inilah yang akhirnya membusuk karena dipecah oleh bakteri sebagai sumber makanan dan digunakan sebagai media perkembangbiakan. Proses penguraian ini termasuk racun bagi burung. Jika tidak dihentikan, peradangan akan menyebar dan merusak lapisan perut dan organ lain di sekitarnya. Hasilnya lebih mematikan, dan tak lama kemudian ayam-ayam itu mati.

Agen penyebab penyakit ini adalah Bacillus cereus, Stapylococcus aureus, Clostridium welchii dan Clostridium sporogenes. Bagi sebagian wisatawan, penyakit ini tidak menular. Penyakit radang yang menyerang daging unggas terjadi akibat kesalahan dalam pengelolaan dan pemeliharaan tempat penetasan setelah anak ayam meninggalkan tempat penetasan (layer). Berikut adalah beberapa faktor yang dapat berkontribusi terhadap omphalitis.
  1. Telur pecah menetas.
  2. Kondisi kebersihan atau sanitasi yang buruk dari mesin ekstraksi.
  3. Pengaturan suhu dan kelembaban yang salah di dalam inkubator.
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan pada anak ayam yang baru menetas adalah tidak langsung memberi makan, cukup memberikan air minum dan tambahan vitamin dan mineral. Tujuannya agar penyerapan cadangan makanan di perut burung terjadi lebih cepat. Suhu di dalam inkubator juga harus disesuaikan dengan kebutuhan burung. Langkah lain yang sama pentingnya adalah menjaga kebersihan kandang.

Sumber: Broiler Ir.Hadi Iswanto
LihatTutupKomentar